Arsitekturberkelanjutan

Arsitektur berkelanjutan…kelanjutan arsitektur

Konsep arsitektur berkelanjutan tentunya diiringi pemahaman bahwa seorang arsitek yang berkontribusi terhadap lingkungan sekitar wajib memasukkan pemikiran ramah lingkungan ke dalam disainnya. Bangunan mulai dari skala kecil-perumahan- sampai skala kawasan tidak bisa melepaskan diri terhadap kenyataan tersebut. Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini menuntut arsitek untuk bijaksana melihat keuntungan benefir dan profit dalam suatu proyek bangunannya. Profit diartikan sebagai hasil riil berupa materi, fee yang menjadi hak bahkan sampai kepada tingkat kesejahteraan yang akan diraih dengan semakin banyak proyek yang ditangani.  Benefit sebenarnya lebih kepada keuntungan yang secara tidak langsung kita peroleh dari kegiatan proyek itu sendiri, seperti untuk memperluas jejaring kerja, kemanfaatan bangunan yang kita disain, dan seharusnya sampai kepada pemikiran benefit tentang berapa lama, berapa banyak dan seberapa jauh disain dapat tanggap lingkungan. Tidak mudah memang mewujudkan idealisme ramah lingkungan dalam disain, karena arsitek akan terhubung dengan beragam stakeholders yang saling memiliki kepentingan. Satu hal yang mungkin bisa dijadikan pedoman adalah bagaimana seorang arsitek mampu menjamin bahwa disain yang dibuat tidak dominan merusak lingkungan dan sistem kehidupan yang telah ada.


Ditulis dalam Uncategorized

rumah adat toraja

Mei 6, 2010
1 Komentar

Kabupaten tanah toraja terletak di pedalaman Sulawesi selatan , tepatnya 340 km kea rah utara dari makasar ibu kota makalele.terletak di atas ketinggian antara 800-1000m di batas permukaan laut,karena itu di daerah ini termasuk daerah yang berhawa dingin. Daerah tanah toraja pada umumnya merupakan tanah pegunungan kapur dan batu alam, di selilingi ladang dan hutan dan di lembahnya terdapat hamparan pesawahan yang luas, tanah nya sangat subur sehingga di manfaatkan untuk berladang dan bersawah.

Konon, leluhur orang Toraja adalah manusia yang berasal dari nirwana. Menurut mitos yang hingga kini tetap diyakini di kalangan masyarakat Toraja, nenek moyang mereka yang pertama menggunakan “tangga dari langit” untuk turun dari nirwana.

Rumah asli Toraja disebut Tongkonan, berasal dari kata ‘tongkon‘ yang berarti ‘duduk bersama-sama‘. Rumah tradisional atau rumah adat yang disebut Tongkonan harus menghadap ke utara, letak pintu di bagian depan rumah, dengan keyakinan bumi dan langit merupakan satu kesatuan dan bumi dibagi dalam 4 penjuru, yaitu:

1. Bagian utara disebut Ulunna langi, yang paling mulia.

2. Bagian timur disebut Matallo, tempat metahari terbit, tempat asalnya kebahagiaan atau kehidupan.

3. Bagian barat disebut Matampu, tempat metahari terbenam, lawan dari kebahagiaan atau kehidupan, yaitu kesusahan atau kematian.

4. Bagian selatan disebut Pollo’na langi, sebagai lawan bagian yang mulia, tempat melepas segala sesuatu yang tidak baik.
Tongkonan berupa rumah panggung dari kayu, dimana kolong di bawah rumah biasanya dipakai sebagai kandang kerbau.

Bertolak pada falsafah kehidupan yang diambil dari ajaran Aluk Todolo, bangunan rumah adat mempunyai makna dan arti dalam semua proses kehidupan masyarakata Toraja, antara lain:

1. Letak bangunan rumah yang membujur utara-selatan, dengan pintu terletak di sebelah utara.

2. Pembagian ruangan yang mempunyai peranan dan fungsi tertentu.

3. Perletakan jendela yang mempunyai makna dan fungsi masing-masing.

4. Perletakan balok-balok kayu dengan arah tertentu, yaitu pokok di sebelah utara dan timur, ujungnya disebelah selatan atau utara.

Pembangunan rumah tradisional Toraja dilakukan secara gotong royong, sesuai dengan kemampuan masing-masing keluarga, yang terdiri dari 4 macam, yaitu:

1. Tongkonan Layuk, rumah adat tempat membuat peraturan dan penyebaran aturan-aturan.

2. Tongkonan Pakamberan atau Pakaindoran, rumah adat tempat melaksanakan aturan-aturan. Biasanya dalam satu daerah terdapat beberapa tongkonan.

3. Tongkonan Batu A’riri, rumah adat yang tidak mempunyai peranan dan fungsi adat, hanya sebagai tempat pusat pertalian keluarga.

4. Barung-barung, merupakan rumah pribadi. Setelah beberapa turunan (diwariskan), kemudian disebut Tongkonan Batu A’riri.

Atap tongkonan berbentuk perahu, yang melambangkan asal-usul orang Toraja yang tiba di Sulawesi dengan naik perahu dari Cina. Di bagian depan rumah, di bawah atap yang menjulang tinggi, dipasang tanduk-tanduk kerbau. Jumlah tanduk kerbau ini melambangkan jumlah upacara penguburan yang pernah dilakukan oleh keluarga pemilik tongkonan. Di sisi kiri rumah (menghadap ke arah barat) dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih, sedangkan di sisi kanan (menghadap ke arah timur) dipasang rahang babi.

Di depan tongkonan terdapat lumbung padi, yang disebut ‘alang‘. Tiang-tiang lumbung padi ini dibuat dari batang pohon palem  yang licin, sehingga tikus tidak dapat naik ke dalam lumbung.

Dalam paham orang Toraja, tongkonan dianggap sebagai ‘ibu‘, sedangkan alang adalah sebagai ‘bapak‘. Tongkonan berfungsi untuk rumah tinggal, kegiatan sosial, upacara adat, serta membina kekerabatan.

Bagian dalam rumah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian utara, tengah,dan selatan. Ruangan di bagian utara disebut ‘tangalok‘, berfungsi sebagai ruang tamu, tempat anak-anak tidur, juga tempat meletakkan sesaji. Ruangan bagian tengahdisebut ‘Sali‘, berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, tempat meletakkan orang mati, juga dapur. Adapun ruangan sebelah selatan disebut ‘sumbung‘, merupakan ruangan untuk kepala keluarga. Ruangan sebelah selatan ini juga dianggap sebagai sumber penyakit.

Mayat orang mati tidak langsung dikuburkan, tetapi disimpan di tongkonan. Sebelum dilakukan upacara penguburan, mayat tersebut dianggap sebagai ‘orang sakit‘. Supaya tidak busuk, mayat dibalsem dengan ramuan tradisional semacam formalin, yang terbuat dari daun sirih dan getah pisang. Jika akan dilakukan upacara penguburan, mayat terlebih dulu disimpan di lumbung padi selama 3 hari. Peti mati tradisional Toraja disebut ‘erong‘, berbentuk babi untuk perempuan dan kerbau untuk laki-laki. Untuk bangsawan, erong dibuat berbentuk rumah adat.

konsep aristektur tropis  pada bangunan ini adalah yaitu pada penggunaan atapnya, semua atap menghadap ke utara, karena di percayai angin berhembus dari utara, atap rumah yang berbentuk perahu itu memudahkan sirkulasi udara yang masuk kedalam rumah, kemudian bahan bangunan juga yang di gunakan adalah kayu yang terdapat di daerah tersebut. rumah mempunyai kolong yang berfunsi sebagai tempat penyimpanan binatang peliharaan dan sebagai penyimpanan hasil bercocok tanam.

Novieka .p

Aron kirti

Deni anwar

Bidari intan

Syafik s

Asep N


Ditulis dalam Tropical Architecture

Rumah Adat Bali

Mei 6, 2010
1 Komentar

Rumah adat bali memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik. Seperti rumah adat, tempat suci (tempat pemujaan yang disebut pura), balai pertemuan, dan lain-lain. Lahirnya berbagai perwujudan fisik juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu keadaan geografi, budaya, adat-istiadat, dan sosial ekonomi masyarakat.

Dilihat dari sudut pandang geografi arsitektur bali menyesuaikan dengan iklim tropis Indonesia dan keadaan dataran tinggi ataupun rendah, untuk daerah dataran tinggi pada umunya bangunannya kecil-kecil dan tertutup untuk menyesuaikan keadaan lingkungannya yang cenderung dingin. Tinggi dinding di buat pendek, untuk menghindari sirkulasi udara yang terlalu sering. Luas dan bentuk pekarangan relatif sempit dan tidak beraturan disesuaikan dengan topografi tempat tinggalnya. Sedangkan untuk daerah dataran rendah, pekarangannya relatif luas dan datar sehingga bisa menampung beberapa massa dengan pola komunikatif, umumnya berdinding terbuka, yang masing-masing mempunyai fungsi tersendiri. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, jineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Untuk keluarga raja dan brahmana pekarangnnya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jaba sisi (pekarangan depan), jaba tengah (pekarangan tengah) dan jero (pekarangan untuk tempat tinggal). Dari aspek budaya dan adat istiadat arsitektur bali lebih cenderung membuat  bangunan yang bisa digunakan untuk berbagai aktifitas mulai aktifitas sehari-hari seperti tidur, memasak dan untuk hari-hari tertentu juga digunakan untuk upacara..

Dari aspek ekonomi terlihat dari bahan bangungan yang mencerminkan status sosial pemiliknya. Masyarakat biasa menggunakan popolan (speci yang terbuat dari lumpur tanah liat) untuk dinding bangunan, sedangkan golongan raja dan brahmana menggunakan tumpukan bata-bata. Untuk tempat suci/tempat pemujaan baik milik satu keluarga maupun milik suatu kumpulan kekerabatan menggunakan bahan sesuai kemampuan ekonomi masing-masing keluarga. Seperti untuk bahan atap menggunakan ijuk bagi yang ekonominya mampu sedangkan bagi yang ekonominya kurang mampu bisa menggunakan alang-alang atau genteng.

Ditinjau dari konteks tropic arsitektur bangunan adat bali yang terletak didaerah dataran tinggi yang bangunannya kecil dan mempunyai fungsi yang berbeda di setiap bangunannya. Yaitu bertujuan untuk menghindari banyaknya cut and fill terhadap kontur tanah di dataran tinggi yang berkontur tidak rata. Selain itu, hal ini juga berguna untuk aliran air hujan yang akan melewati bangunan dan tidak menimbulkan longsor. Tujuan lain dari bangunan kecil ini agar menjaga suhu ruangan supaya tetap hangat.

Bangunan tradisional bali di kelilingi oleh dinding beton yang difungsikan untuk menutupi arah pandang ke dalam rumah (menjaga privasi).

Dapat dilihat arsitektur tradisional bali sudah memikirkan bentuk bangunan yang sesuai dengan keadaan geografi, aspek ekonomi, dan adat istiadat. Sehingga bangunan ini sudah cukup nyaman bagi penghuni khususnya warga bali yang tinggal di daerah dataran tinggi bali.

andyka d acsazha (09512204)

praba indrasana (095121995)

ridho septian(09512197)

sigit pradibyo(09512199)

marzakh nur waarits(09512208)


Ditulis dalam Uncategorized

ANALISIS KONSTRUKSI RUMAH TRADISIONAL INDONESIA

Mei 6, 2010
2 Komentar

Pada kali ini kami mendapat bahan survey berupa rumah tradisional Banjarmasin atau yang kita sebut dengan Rumah  Banjar. Letak geografis kota banjarmasin berada di 3º15´- 3º22´ Lintang Selatan dan 114º98´- 114º38´ Bujur Timur. Ketinggian rata-rata 0,16 m dibawah permukaan laut dengan Kemiringan 0,13 % kondisi daerah berpaya-paya (berawa-rawa) dan relative datar.

Seperti yang kita ketahui bahwa ciri-ciri Arsitektur tradisional antara lain mempunyai perlambang, Ornamentasi, mempunyai penekanan pada atap, dinding dan bukaan, begitu juga dengan ketinggian bangunannya, yang tentunya hal-hal tersebut berhubungan dengan penyesuaian bangunan pada iklim sekitarnya.

Resume Analisis Konstruksi

A. Bentukan atap dan kemiringannya

Rumah Adat Banjar, biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi karena bentuk pada bagian atapnya yang begitu lancip dengan sudut 45º. Bahan atapnya terbuat dari sirap dengan bahan kayu Ulin atau atap rumbia. Kemiringan atap nya 45º berfungsi untuk mempermudah air mengalir kebawah. Seperti yang diketahui bahwa Banjarmasin adalah kota dengan curah hujan yang tinggi dengan rata-rata 236 mm, hari hujan 157 hari/tahun (pengaruh angin muson barat)

B. Dinding dan bukaan

Dindingnya terdiri dari papan yang dipasang dengan posisi berdiri, sehingga di samping tiang juga diperlukan Turus Tawing dan Balabad untuk menempelkannya. Bahannya dari papan Ulin sebagai dinding muka. Pada bagian samping dan belakang serta dinding Tawing Halat menggunakan kayu Ulin atau Lanan. Pada bagian Anjung Kiwa, Anjung Kanan, Anjung Jurai dan Ruang Padu, terkadang dindingnya menggunakan Palupuh. Memiliki bukaan yang cukup banyak untuk sirkulasi udara (agar udara bisa banyak masuk ke bangunan ), hal di karenakan suhu kota banjar yang berada pada Suhu udara 25 º -38 º C relative panas.

C. Ketinggian bangunan

Keadaan alam yang berawa-rawa di tepi sungai sebagai tempat awal tumbuhnya rumah tradisional Banjar, menghendaki bangunan dengan lantai yang tinggi, karena pada waktu air pasang hampir seluruh wilayah terkena air. Oleh karena itu Pondasi, tiang dan tongkat dalam hal ini sangat berperan. Pondasi sebagai konstruksi paling dasar, biasanya menggunakan kayu Kapur Naga atau kayu Galam. Tiang dan tongkat menggunakan kayu ulin, dengan jumlah mencapai 60 batang untuk tiang dan 120 batang untuk tongkat.

D. Kerangka

Kerangka rumah ini biasanya menggunakan ukuran tradisional depa atau tapak kaki dengan ukuran ganjil yang dipercayai punya nilai magis / sakral. Bagian-bagian rangka tersebut adalah :

a)      susuk dibuat dari kayu Ulin.

b)      Gelagar dibuat dari kayu Ulin, Belangiran, Damar Putih.

c)      Lantai dari papan Ulin setebal 3 cm.

d)      Watun Barasuk dari balokan Ulin.

e)      Turus Tawing dari kayu Damar.

f)       Rangka pintu dan jendela dari papan dan balokan Ulin.

g)      Balabad dari balokan kayu Damar Putih. Mbr>

h)      Titian Tikus dari balokan kayu Damar Putih.

i)        Bujuran Sampiran dan Gorden dari balokan Ulin atau Damar Putih.

j)        Tiang Orong Orong dan Sangga Ributnya serta Tulang Bubungan dari balokan kayu Ulin, kayu Lanan, dan Damar Putih.

k)      Kasau dari balokan Ulin atau Damar Putih.

l)        Riing dari bilah-bilah kayu Damar putih.

E. Lantai

Di samping lantai biasa, terdapat pula lantai yang disebut dengan Lantai Jarang atau Lantai Ranggang. Lantai Ranggang ini biasanya terdapat di Surambi Muka, Anjung Jurai dan Ruang Padu, yang merupakan tempat pembasuhan atau pambanyuan. Sedangkan yang di Anjung Jurai untuk tempat melahirkan dan memandikan jenazah. Biasanya bahan yang digunakan untuk lantai adalah papan ulin selebar 20 cm, dan untuk Lantai Ranggang dari papan Ulin selebar 10 cm.

F. Ornamentasi (Ukiran)

Penampilan rumah tradisional Bubungan Tinggi juga ditunjang oleh bentuk-bentuk ornamen berupa ukiran. Penempatan ukiran tersebut biasanya terdapat pada bagian yang konstruktif seperti tiang, tataban, pilis, dan tangga. Sebagaimana pada kesenian yang berkembang dibawah pengaruh Islam, motif yang digambarkan adalah motif floral (daun dan bunga). Motif-motif binatang seperti pada ujung pilis yang menggambarkan burung enggang dan naga juga distilir dengan motif floral. Di samping itu juga terdapat ukiran bentuk kaligrafi. Kaligrafi Arab merupakan ragam hias yang muncul belakangan yang memperkaya ragam hias suku Banjar. (Museum Lambung MangkuratBanjarbaru, “Rumah Tradisional Bubungan Tinggi dan Kelengkapannya”, 1992/1993)

Sumber :

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Banjarmasin

http://www.banjarmasinkota.go.id/
Oleh ;

FACHRUR RAZY (09512181)

M.IQBAL AZHARI (09512014)

RAHMAT HOLILIY (09512166)

DEDY SYAHPUTRA (09512151)

ELOK ROSYIDA UKHLIA (09512209)


Ditulis dalam Uncategorized

Tropical Architecture

Mei 6, 2010
1 Komentar

Rumah Joglo

Bangunan pada gambar tersebut dari hasil pengamatan kelompok kami biasanya Rumah Joglo sering dijumpai di daerah Jawa Tengah. Bahwasanya daerah Jawa memiliki iklim tropis, Mempunyai dua musim, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Dimana saat hujan, curah hujan sangat tinggi dan panas radiasi matahari yang radiasinya cukup tinggi. Oleh karena itu, mempengaruhi elemen-elemen bangunan seperti, bentuk atap, dinding dan bukaan, ketinggian bangunan dan lainnya untuk bisa menyesuaikan kondisi iklim sehingga bisa membuat nyaman/comfort

Identifikasi elemen-elemen:

~    Bentuk Atap

Pada bangunan ini bentuk atap didesain miring dan tengah dibuat lebih miring dan tinggi. Ini berfungsi untuk beberapa hal:

~    Kemiringan Atap

Dibuat seperti itu untuk mengalirkan air dengan cepat agar tidak terampung karena curah hujan yang sangat tinggi. Sebab jika dibuat datar air akan mengapung dan atap berjamur, lama-kelamaan akan lapuk busuk dan ambruk. Bagian tengah dibuat tinggi agar udara didalam tidak sedikit dan panas lebih diminimalisir

~     Tritisan

Tritisan adalah bagian ujung atap yang menunjukkan keluar memiliki dinding. Difungsikan agar air hujan diluar dinding dan menghambat radiasi matahari masuk ruangan.

~     Bahan Dinding dan Bukaan

Pada dasarnya bentuk dinding hanya sederhana berbentuk persegi. Tetapi biasanya dinding tidak mati bisa di buku dan tidak terlalu tinggi ( ± 2,5m – 3m). Sedangkan bukaannya hanya berbentuk jendela dan pintu sedang. Tetapi cukup banyak tiap sisi memiliki jendela agar terjadi pertukaran sirkulasi udara.

~     Ketinggian Bangunan

Sepengetahuan kami kira-kira tinggi keseluruhan bangunan ± 7m. 2,5m – 3m untuk dinding dan 3 meter untuk atap. Lantai ditinggikan dari tanah ± 0,5m di fungsikan untuk menghambat air masuk saat hujan atau melindungi dari gangguan binatang seperti kalajengking, ular dan lain-lain.

~     Tangga

Karena bangunan di buat lebih tinggi 0,5m dari tanah sehingga membutuhkan tangga untuk penghuni/orang naik sampai rumah kira-kira 1m, tinggi 20 cm dan lebar 30cm.

Resume

Bangunan Joglo adalah salah satu bangunan tradisional. Bangunan rumah Joglo ini mampu mengatasi dan beradaptasi dengan iklim tropis dengan cara yang sederhana. Biasanya iklim tropis memiliki curah hujan yang tinggi. Rumah Joglo menyingkapi dengan cara bentuk atap miring dan memiliki gundukkan di atap tirisannya, dinding dan bukaan yang cukup banyak, tinggi bangunan lebih dari tanah sehingga dengan elemen-elemen itu mampu mengatasi masalah pada iklim tropis.

Referensi

www.google.com

Agus Nugraha                (09512065)

M. Arief Al Husaini       (09512142)

Irfan Andi Suhada         (09512153)


Ditulis dalam Uncategorized

tropical architecture ‘RUMAH PANJANG’

Mei 6, 2010
1 Komentar

RESUME

  • Rumah panjang / Lamin di Kalimantan
  • Bentuk atap nya limas an. Menggunakan sirap , karena di daerah tersebut mudah mendapatkan nya, selain itu penutup atap ini bertahan antara 25th hingga selama nya, atap sirap membuat rumah erasa sejuk.
  • Kemiringan atap yang sangat miring di buat karena berada di daerah tropis, dan mempermuah aliran air hujan, sehingga tidak menyerap di atap sirap.
  • Dinding pada rumah ini biasanya menggunakan material kayu.
  • Isi dari rumah tersebut adalah orang yang memiliki hubungan kekeluargaan seketurunan. Kamar-kamarnya bias berjumlah sampai50 kamar dan panjangnya kurang lebih 300 meter.
  • Termasuk berbentuk panggung, untuk melindungi penghuni rumah dari binatang buas, selain itu menghindari datingnya banjir di musim penghujan yang mengancam daerah hulu sungai Kalimantan. Materialnya menggunakan kayu yang disusun menjadi kolom-kolom pada bagian bawah.
  • Terdapat banyak bukaan di dindingnya yang berbentuk jendela, sehingga rumah sejuk, bias melihat pemandangan luar , sirkulasi udara lancer. Lalu di bawah kolomnya tidak tertutup dinding sehingga sirkulasi udara juga berjalan baik.
  • Bahaya kebocoran terjadijika kemiringan tidak sebanding dengan tumpang tindih nya elemen penutup atap.
  • Bentuk bangunan tidaak terlalu mementingkan keindahan tetapi lebih mengutamakan fungsi serta memanfaatkan material yang ada di lingkungan sekitar.

KONSTRUKSI RUMAH PANJANG

  • Tiang rumah panjang terbuat dari kayu belian dengan ukuran 15×15 cm.
  • Tinggi tiang 2m, hbungan tiang dengan balok menggunakan system sambungan pasak dengan pen
  • Lantai bagian lua terdiri dari bamboo yang diikat tali rotan. Lantai bagian dalam menggunakan papan kayu.
  • Kolomnya biasanya merupakan balok menerus dari tiang pondasi sampai atap.
  • Hubungan balok dan kolom menggunakan system pasak dan pen
  • Tangga utama biasanya pada bagian samping.



BEBERAPA BAGIAN RUMAH PANJANG (TIANG DAN TANGGA UTAMA) BISA BERUMUR >1 ABAD

  • Ketinggia dari rumah panjang tersebut kurang lebih 8m (tinggi : 8m , lebar : 18m , panjang : 300m)
  • Rumah pajang juga mempunyai kekurangan dan kelebihan

Kekurangan:

  1. Serumah dengan banyak sodara, maka jika salah 1 sakit kemungkinan tertular keluarga lain/sodara lain amat besar
  2. Apabila ada pencuri, maka barang-barang yang dicuri tidak hanya 1 keluarga

Kelebihan :

  1. Terhindar dari binatang buas karena lantai rumah berada di atas
  2. Biasa nya hawa nya sejuk karena dengan material kayu yang terkesan alami
  • Sumber : GOOGLE, ROBERT ADHI KSP’S BLOG, INDONESIA MEDIA ONLINE, MELAYU ONLINE.COM, WIKIPEDIA

DISUSUN OLEH   :

SURYANINGSIH   (09512043)

MEINAR RIZKIA  (09512038)

ERVANRYANTO   (09512045)

TSANIA FIROSHI (09512045)


Ditulis dalam Uncategorized

Tropical Architecture RUMAH ADAT PAPUA-HONAI

Mei 6, 2010
1 Komentar

Honai adalah rumah suku-suku pegunungan tengah Papua seperti suku Dani di lembah Baliem atau Wamena, suku Lani, Yali di pegunungan Toli dan suku-suku lainnya. Rumah Honai mempunyai fungsi antara lain:
1.    Sebagai tempat tinggal
2.    Tempat menyimpan alat-alat perang
3.    Tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki agar bisa menjadi orang berguna di masa depan
4.    Tempat untuk merencanakan atau mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang
5.    Tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni sejak dulu
Rumah adat Honai Filosofi bangunan Honai, ,melingkar atau bulat artinya :
1.    Dengan kesatuan dan persatuan yang paling tinggi kita mempertahankan budaya yang telah diperthankan oleh nene moyang kita dari dulu hingga saat ini.
2.    Dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan
3.    Honai merupakan symbol dari kepribadian dan merupakan martabat orang Dani yang harus dijaga oleh keturunan Dani di masa yang akan datang.
Suhu rata-rata di daerah sana 190°C pada umumnya suku Dani bermukim di dataran tinggi yang ketinggiannya 2500 meter di atas permukaaan laut.
BENTUK
Bentuk Honai yang bulat tersebut dirancang untuk menghindari cuaca dingin ataupun karena tiupan angin yang kencang.

rumah honai
ATAP
Honai memiliki bentuk atap  bulat kerucut. Bentuk atap ini berfungsi untuk melindungi seluruh permukaan dinding agar tidak mengenai dinding ketika hujan turun.
Atap honai terbuat dari susunan lingkaran-lingkaran besar yang terbuat dari  kayu buah sedang yang dibakar di tanah dan diikat menjadi satu di bagian atas sehingga membentuk dome. Empat pohon muda juga diikat di tingkat paling atas dan vertikal membentuk persegi kecil untuk perapian.
Penutup atap terbuat dari jerami yang diikat di luar dome. Lapisan jerami yang tebal membentuk atap dome, bertujuan menghangatan ruangan di malam hari.
Jerami cocok digunakan untuk daerah yang beriklim dingin. Karena jerami ringan dan lentur memudahkan suku Dani membuat atap serta jerami mampu menyerap goncangan gempa.


PERLENGKAPAN DAN BAHAN PEMBUAT HONAI
Kebiasaaan dari suku atau orang dani dalam membangun honai yaitu mereka mencari kayu yang memang kuat dan dapat bertahan dalam waktu yang lama atau bertahun-tahun. Bahan yang digunakan sebagai berikut:
1.    Kayu besi (oopir) digunakan sebagai tiang tengah
2.    Kayu buah besar
3.    Kayu batu yang paling besar
4.    Kayu buah sedang
5.    Jagat (mbore/pinde)
6.    Tali
7.    Alang-alang
8.    Papan yang dikupas
9.    Papan las,dll
DINDING DAN BUKAAN

Honai mempunyai pintu kecil dan jendela-jendela yang kecil, jendela-jendela ini berfungsi memancarkan sinar ke dalam ruangan tertutup itu, ada pula Honai yang tidak memiliki jendela, pada umumnya untuk Honai perempuan.
Jika anda masuk ke dalam honai ini maka di dalam cukup hangat dan gelap karena tidak terdapat jendela dan hanya ada satu pintu. Pintunya begitu pendek sehingga harus menunduk jika akan masuk ke rumah Honai. Dimalam hari menggunakan penerangan kayu bakar di dalam Honai dengan menggali tanah didalamnya sebagai tungku selain menerangi bara api juga bermanfaat untuk menghangatkan tubuh. Jika tidur mereka tidak menggunakan dipan atau kasur, mereka beralas rerumputan kering yang dibawa dari kebun atau ladang. Umumnya mereka mengganti jika sudah terlalu lama karena banyak terdapat kutu babi.
KETINGGIAN BANGUNAN
Rumah Honai mempunyai tinggi 2,5-5 meter dengan diameter 4-6 meter. Honai ditinggali oleh 5-10 orang dan rumah ini biasanya dibagi menjadi 3 bangunan terpisah. Satu  bangunan digunakan untuk tempat beristirahat (tidur). Bangunan kedua untuk tempat makan bersama dimana biasanya mereka makan beramai-ramai dan bangunan ketiga untuk kandang ternak. Rumah honai juga biasanya terbagi menjadi 2 tingkat. Lantai dasar dan lantai satu di hubungkan dengan tangga yang terbuat dari bambu. Biasanya pria tidur melingkar di lantai dasar , dengan kepala di tengah dan kaki di pinggir luarnya, demikian juga cara tidur para wanita di lantai satu.

KELEBIHAN
Dalam pembuatannya material yang digunakan adalah material yang berasal dari alam sekitar sana karena itu biaya yang dikeluarkan hanya sedikit, selain itu bangunan adat ini bersifat ramah lingkungan.
KEKURANGAN
Karena tidak ada jendela ruangan didalamnya menjadi gelap
Karena tidak memiliki sumur dan sebuah sungai jernih jauh dari tempat tinngal mereka jadi kebutuhan air bersih sangat  minim
Referensi
http://dekonstruksi.wordpress.com/2010/03/04/inovasi-beton-ringan/
http://linceogiapapualina.blogspot.com/2009/11/sistematika-pembangunan-honai-suku-dani.html
http://kaskus.us/blog.php?b=15748&goto=next
Anggota Kelompok:
Dimas Widjokongko    (08512094)
Dimas T Pratama    (09512092)
Lina Hanifah        (09512104)
Eka Kusuma        (09512117)
Fatmawati NA        (09512124)


TEMPAT TINGGAL YANG ISLAMI

Dalam mendirikan tempat tinggal,terdapat beberapa kandungan ayat dalam Al Qur’an yang mengaturnya.Yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam mendirikan tempat tinggal.

Di antaranya sebagai berikut :

9. dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.

(Surat Al Fajr ayat 9)

Maksud lembah pada ayat diatas adalah lembah yang terletak di bagian utara jazirah Arab antara kota Madinah dan Syam. Mereka memotong-motong batu gunung untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka dan ada pula yang melubangi gunung-gunung untuk tempat tinggal mereka dan tempat berlindung..

Artinya , sejak jaman dahulu kita memang di perbolehkan memanfaatkan alam untuk membangun tempat tinggal. Dan telah di contohkan pada ayat tersebut. Namun pada jaman sekarang kita tidak memotong batu dan melubangi gunung, melainkan membangun rumah dengan menggunakan batu kali,kayu, dan lain lain. Namun bukan berarti kita dapat memanfaatkan alam dengan berlebihan , tetapi juga ada batasan batasan dalam memanfaatkan alam. Agar kelestarian alam tetap terjaga.

Lalu pada surat yunus ayat 87 yang artinya

87.Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang  yang beriman.”

(Surat Yunus ayat 87)
Kita juga di perintahkan untuk menjadikan tempat tinggal kita sebagai tempat beribadah kepada allah.

Contohnya, dengan membuat mushola di rumah seperti gambar di bawah ini.

Dari kedua ayat di atas, dapat di simpulkan bahwa kita memang di perintahkan untuk membangun rumah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dan menjadikan rumah tersebut sebagai tempat beribadah kepada allah.

NAMA KELOMPOK :

SURYANINGSIH   09512024

MEINAR RIZKIA    09512038

ERVANRYANTO   09512043

TSANIA FIROSHI 09512045

BRIAN ELKA          09512054


Ditulis dalam Uncategorized

Berpadunya Arsitektur dan Alam Sekitarnya

Arsitektur dan alam sekitar yang coba berpadu didalam konsep Green Architecture juga dikenal sebagai konstruksi hijau atau bangunan yang berkelanjutan, adalah sebuah usaha dari para praktisi di dunia arsitektur untuk membantu membuat bangunan yang lebih ramah lingkungan tanpa  meninggalkan segi-segi estetis yang menjadi ciri khas arsitektur.

Sebagai bagian dari umat islam yang mempunyai tujuan hidup untuk menjadi seorang khalifah di muka bumi, maka sudah seharusnya lah kita sebagai seorang calon arsitek muslim memperhatikan keberlangsungan lingkungan sekitar dalam pembuatan hasil rancangan kita. Agar kita tidak menjadi seorang arsitek yang berdarah dingin, yang acuh tak acuh dengan sekitarnya. Al Quran sebagai pedoman hidup sepanjang masa pun ternyata menunjang hal-hal yang termasuk didalamnya adalah dunia arsitektur.
Berikut ini, beberapa ayat Al Quran yang coba kami tafsirkan dan kaji lebih dalam akan keterkaitannya dengan arsitektur :

1. Surat Al-Hijr ayat 45-48 Sesungguh orang-orang yang bertakwa itu dalam taman-taman surga dan (dekat) mata air (yang mengalir). Dikatakan kepada mereka, masuklah kedalamnya dengan sejahtera dan aman. Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang ada dalam hati mereka, mereka merasa bersaudara, duduk berhadap-hadapan diatas dipan-dipan, mereka tidak merasa lelah di dalamnya dan mereka tidak akan dikeluarkan darinya.

Bangunan diatas menghadirkan bangunan yang dikelilingi oleh taman, adanya air mancur dan airnya yang mengalir, serta pepohonan yang bisa dipetik buahnya. Aliran air sengaja dibuat untuk menciptakan suasana aliran sungai seperti yang digambarkan di dalam AL-QURAN. Selain itu bangunan ini juga ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan efek negatif pada lingkungan sekitarnya.

2. Surat Yunus Ayat 5 : “Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui” .

Kaitan : Dijelaskan bahwa dalam menciptakan bangunan seorang arsitek harus memikirkan keadaan dan musim bulan dan matahari agar dapat berfungsi sesuai dengan yang diinginkan, Radiasi panas agar thermal bangunan dapat disesuaikan. Selain itu pencahayaan yang akan didapatkan bangunan harus juga diperhatikan.

3. Surat Al Fajr Ayat 7 : “(yaitu) penduduk Iram yang mempunyai bangunanbangunan yang tinggi” .


Ayat diatas menjelaskan tentang bangunan-bangunan tinggi (pencakar langit) yang dilakukan oleh penduduk di masa lampau yang pada akhirnya diabadikan dalam ayat-ayat Al Quran. Bangunan diatas termasuk kedalam jenis bangunan Lighting Architecture, dimana pencahayaan alami yang didapatkan dari matahari adalah sumber utama energinya yang kemudian dipergunakan untuk memfasilitasi seluruh aktivitas manusia didalamnya. Bangunan diatas terletak di Dubai,  Uni Emirat Arab.

4. Surat Al Isra Ayat 73 : ” Atau kamu mempunyai sebuah rumah dari emas, atau kamu naik ke langit. Dan kami sekali-kali tidak akan mempercayai kenaikanmu itu hingga kamu turunkan atas kami sebuah kitab yang kami baca.” Katakanlah: “Maha Suci Tuhanku, bukankah aku ini hanya seorang manusia yang menjadi rasul?”


Kemewahan-kemewahan bangunan rumah yang ditampilkan oleh para pembesar kerajaan arab saudi beserta anak-anaknya pada zaman sekarang, ternyata bukanlah hal yang baru. Sebelumnya AlQuran pun pernah menyebutkan. Bahwa ternyata hal ini pun  pernah terjadi pada masa lampau. Tidak ada hal yang menarik dari gambar yang kali ini diposting. Hanya ingin menanpilkan keterkaitan atas apa yang tertulis dalam Al Quran dan yang terjadi pada kehidupan nyata.

5. Surat At Tahrim Ayat 11 : “Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim”.

Surga adalah kenikmatan tertinggi dan balasan yang diinginkan bagi setiap manusia ketika nanti berada di alam akhirat. Dalam Al quran, Allah menjanjikan kepada orang beriman balasan surga yang didalamnya akan dibangun rumah-rumah yang indah. Bayangan rumah-rumah indah itu adalah rumah-rumah yang asri, penuh tanaman dan pepohonan disekitarnya.

Dari hal ini dapat kita tarik kesimpulan bahwa begitulah sebaiknya ketika kita akan membangun sebuah rumah. Harus memperhatikan kondisi dan keadaan alam sekitar. Dan vegetasi sudah seharusnya lah banyak kita masukkan sebagai bagian dari rancangan yang akan kita buat.

Selain itu, masih banyak lagi ayat-ayat alquran yang dapat kita implementasikan dalam konsep rancangan kita. Insya Allah, postingan-postingan berikutnya akan bisa lebih memperjelas beragamnya hal-hal yang kita bisa praktekkan di dunia Arsitektur dengan tentunya berpedoman dengan Al Quran.

Sekian.

REKAYASA ARSITEK BERKELANJUTAN

TUGAS MINGGU KE 5

M ARIEF AL HUSAINI   09512142

IRFAN ANDI SUHADA   09512153

MUTHMAINNATUL L   08512079

AGUS NUGRAHA              09512065

NURMIYATI A UMAR     09512111


Ditulis dalam Uncategorized

TEMPAT TINGGAL YANG ISLAMI

Dalam mendirikan tempat tinggal,terdapat beberapa kandungan ayat dalam Al Qur’an yang mengaturnya.Yang dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam mendirikan tempat tinggal.

Di antaranya sebagai berikut :

9. dan kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah.

(Surat Al Fajr ayat 9)

Maksud lembah pada ayat diatas adalah lembah yang terletak di bagian utara jazirah Arab antara kota Madinah dan Syam. Mereka memotong-motong batu gunung untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka dan ada pula yang melubangi gunung-gunung untuk tempat tinggal mereka dan tempat berlindung.

Artinya , sejak jaman dahulu kita memang di perbolehkan memanfaatkan alam untuk membangun tempat tinggal. Dan telah di contohkan pada ayat tersebut. Namun pada jaman sekarang kita tidak memotong batu dan melubangi gunung, melainkan membangun rumah dengan menggunakan batu kali,kayu, dan lain lain. Namun bukan berarti kita dapat memanfaatkan alam dengan berlebihan , tetapi juga ada batasan batasan dalam memanfaatkan alam. Agar kelestarian alam tetap terjaga.

Lalu pada surat yunus ayat 87 yang artinya

87.Dan Kami wahyukan kepada Musa dan saudaranya: “Ambillah olehmu berdua beberapa buah rumah di Mesir untuk tempat tinggal bagi kaummu dan jadikanlah olehmu rumah-rumahmu itu tempat shalat dan dirikanlah olehmu sembahyang serta gembirakanlah orang-orang  yang beriman.”

(Surat Yunus ayat 87)
Kita juga di perintahkan untuk menjadikan tempat tinggal kita sebagai tempat beribadah kepada allah.

Contohnya, dengan membuat mushola di rumah seperti gambar di bawah ini.

Dari kedua ayat di atas, dapat di simpulkan bahwa kita memang di perintahkan untuk membangun rumah dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada dan menjadikan rumah tersebut sebagai tempat beribadah kepada allah.

NAMA KELOMPOK :

SURYANINGSIH  09512024

MEINAR RIZKIA 09512038

ERVANRYANTO 09512043

TSANIA FIROSHI 09512045

BRIAN ELKA 09512054


Ditulis dalam Uncategorized
Laman Berikutnya »